Jumat, 30 September 2016

Jelajah Ternate-Tidore-Pulau Morotai, Maluku Utara ( Part-3)

Setelah seharian muter-muter Pulau Tidore, malam harinya saya pun melanjutkan perjalanan menuju Pulau Morotai dengan menggunakan kapal KM Ratu Maria. Jadwal berangkat Km Ratu Maria pukul 19.00 WIT akan tetapi baru berangkat pukul 20.30 WIT. Harga tiket kapal ini adalah Rp165.000. untuk pembelian tiket kapal KM Ratu Maria dapat di beli di loket yang berada disekitar kawasan Pelabuhan Ahmad Yani. Perjalanan menuju Pulau Morotai ditempuh kurang lebih 8 jam perjalanan.

Hari Ketiga

Hari ketiga, Pukul 06.00 WIT saya pun tiba di Pelabuhan Daruba, Pulau Morotai. Pulau Morotai merupakan salah satu Pulau yang berada di ujung Utara Indonesia. Pulau Morotai Berada di kepulauan Halmahera  dan bagian dari Provinsi Maluku Utara. Pulau Morotai ini terkenal dengan Wisata sejarah, keindahan baharinya dan juga wisata alamnya. Pulau Morotai merupakan salah satu destinasi wisata untuk melihat sisa-sisa perang dunia ke-II. Menurut sejarah, Pulau Morotai merupakan basis militer jepang untuk menguasai Indonesia, Filiphina dan sebagian Malaysia. Beberapa sisa-sisa perang dunia ke-II ada seperti altileri, bangkai kapal perang, landasan pacu dan bunker. 
Peta Wisata Pulau Morotai
Setelah kapal menepi di dermaga Pelabuhan Daruba, Saya pun segera menuju tempat persewaan Speedboat untuk menuju Pulau-pulau di sekitaran Pulau Morotai. Lokasi tempat penyewaan speedboat berada di sisi sebelah kanan pelabuhan daruba. Untuk tarif sewa speedboat berkisar antara Rp600.000 hingga 1 Juta rupiah perhari tergantung keahlian tawar menawar :D. setelah melalui proses negoisasi yang cukup alot, akhirnya terjadilah kesepakatan harga sewa yaitu Rp600.000.

Setelah terjadi kesepakan sewa speedboat, tujuan pertama saya adalah Pulau Zum-Zum. Pulau Zum-Zum terletak tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Daruba. Untuk menuju Pulau ini hanya ditempuh dengan waktu 30 menit. Pulau Zum-Zum berhadapan langsung dengan samudera pasifik yang memiliki letak strategis pada Perang dunia ke-II. Pulau Zum-Zum merupakan saksi bisu terjadinya perang dunia ke-II. Pulau Zum-zum juga dinamakan Pulau Mac Arthur. karena pada masa Perang Dunia ke-II, pulau ini pernah ditinggali oleh Jenderal MacArthur, pemimpin pasukan sekutu untuk kawasan Asia Pasifik pada masa perang tersebut. Di Pulau Zum-Zum ini juga terdapat Monumen Mac Arthur sebagai tanda bahwa jenderal tersbeut pernah tinggal di Pulau tersebut. Selain menyimpan cerita sejarah, Pulau Zum-Zum juga menyimpan keindahan alam yang sangat menakjubkan. Pasir Putih dan jernihnya air menambah keindahan Pulau ini. Selain monument Mac Arthur, di Pulau zum-Zum juga terdapat monument Nakamura dan juga di Pulau ini ada goa sisa persembunyian Mac Arthur. Pulau Zum-Zum merupakan pulau tak berpenghuni dan sayanya pulau ini kurang begitu terawatt terlihat dari banyaknya semak belukar yang menutupi jalan-jalan setapak yang ada di Pulau ini. 

Jenderal Mac Arthur merupakan Jenderal Angkatan Darat pasukan Amerika Serikat di Filiphina pada Tahun 1942, kemudian menjadi komandan pasukan sekutu wilayah asia pasifik barat daya, pada tahun 1942-1945. Jenderal Mac Arthur terkenal dengan strategi “ Leap Frogging” dan slogannya “ I Shall Return” dalam serangan merebut kembali Filiphina. Jenderal Mac Arthur berhasil menguasai Pulau Morotai pada Tahun 1944 yang dijadikan basis penyerangan ke Filiphina. Jenderal Mac Arthur meninggal pada 5 April 1964.
Monumen Mac Arthur
Jernihnya air di Pantai
Monumen Nakamura
Setelah berkeliling Pulau Zum-Zum, saya pun pergi meninggalkan pulau tersebut dan melanjutkan ke Pulau Dodola. Lokasi Pulau dodola tidak jauh dari pulau Zum-zum, hanya memerlukan waktu 15 menit menggunakan speedboat. Pulau Dodola ibarat surganya pulau Morotai atau juga orang-orang sering menyebutnya “Maldives”nya Indonesia. Pulau Dodola terdiri dari Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil yang disambungkan dengan hamparan Pasir Putih yang halus nan lembut ketika air laut surut. Ketika laut pasang pun kedua pulau ini terhubung dengan jernihnya air laut dan kita masih bisa menyebrangi “jembatan” tersembunyi tersebut karena kedalaman hanya selutut orang dewasa. Di Pulau Dodola tidak ada penghuni tetap akan tetapi di Pulau ini sudah ada beberapa Cottage yang bisa digunakan jika kita ingin bermalam di Pulau ini. Cottage ini milik pemda Morotai yang disewakan dengan harga sewa kurang lebih Rp400.000 per Cottage. Kita dapat menyewanya dengan menghubungi kantor parisiwata di kota Daruba Morotai. Pulau Dodola layak menyandang surganya Pulau Morotai karena Pulau ini masih sangat asri. Kita dapat mengelilingi Pulau ini sambil menikmati birunya air laut. Mengelilingi Pulau dodola kecil hanya memerlukan waktu 15 menit kita dapat melihat keindahan Pulau dodola dari beberapa sisi. Selain itu Pulau Dodola juga memiliki beberapa Spot Snorkling dan Diving. Dan di beberapa Spot juga kita dapat melihat sisa-sisa kapal dan pesawat perang dunia ke-II yang karam. 
Jernihnya Air yang mengubungkan Dodola Besar dan Kecil
"Jembatan" tersembunyi yang menhubungkan dua pulau
Cottage di Pulau dodola

Setelah dari Pulau Dodola, saya pun menuju Pulau Kolorai. Pulau Kolorai letaknya tidak begitu jauh dari Pulau Dodola. Hanya memerlukan Waktu 15 menit saja. Pulau Kolorai merupakan Pulau yang dikenal sebagai Desa Wisata. Pulau Kolorai berbeda dengan Pulau dodola karena pulau ini merupakan pulau berpenghuni. Pulau ini dihuni oleh kurang lebih 100 Kepala Keluarga yang terdiri dari beberapa suku yaitu suku Galela, Ternate dan Bajo. Seluruh penghuni pulau ini beragama Islam. Ketika sampai Pulau ini saya langsung disambut dengan keceriaan anak-anak pulau ini yang sedang memancing ikan di dermaga. Kecerian tanpa alat teknologi. Di Pulau Kolorai ini, desanya tampak tertata rapi. Jalan-jalan penhubung antar rumah juga sudah cukup baik. Di Pulau ini juga sudah terdapat fasilitas seperti masjid yang berada di tengah pulau dan sudah ada beberapa homestay. Di Pulau Kolorai, mayoritas penduduk disini bermata pencaharian sebagai nelayan dan pencari teripang. Dan ketika saya berjalan mengelilingi Pulau ini, saya pun ketemu seorang Bapak yang ternyata berasal dari Banyuwangi dan Bapak itu banyak bercerita tentang keunikan Pulau Kolorai ini. Bapak tersebut sudah bertempat tinggal di pulau ini selamat 4 tahun karena beristeri orang Pulau Kolorai. Pulau Kolorai terdapat sumber air tawar yaitu sari sumur yang berada di tengah Pulau sehingga warga pulau ini tidak terlalu sulit mendapatkan air tawar. Hal unik hasil ikan dari pulau ini adalah ikan asinnya yang berbeda dengan ikan asin yang dididapat dari sekitaran pulau morotai lainnya. Menurut bapak tersebut, ikan asin dari pulau kolorai ini dapat dimakan langsung hhmmm :D. di Pulau Kolorai juga terdapat sebuah sekolah dasar sehingga anak-anak pulau ini dapat bersekolah. Selain dari itu, Pulau Kolorai juga menampilkan bentang panjang pasir putih yang indah dan juga ada beberapa spot snorkeling juga disekitaran Pulau Kolorai.
Papan tulisan yang ada di rumah warga
Jalan yang menghubungkan antar rumah
Kecerian anak-anak Pulau Morotai
Hamparan pasir putih di Pulau Kolorai
Setelah dari Pulau Kolorai, saya pun kembali ke Pelabuhan Daruba karena waktu sudah mulai sore dan karena takut ombak semakin tinggi sih :D. setibanya di Pelabuhan Daruba, saya langsung menuju penginapan yang berada di dekat pintu pelabuhan. Harga penginapan disini Rp170.000/malam dengan fasilitas AC. Setelah bersih-bersih di penginapan, saya pun menuju pelabuhan kembali untuk melihat kecerian anak-anak pulau morotai menikamti matahari terbenam sambil berenang di laut.
Sunset di Pelabuhan Daruba
Ditunggu kelanjutannya ya…………….

Rabu, 28 September 2016

Jelajah Ternate-Tidore-Pulau Morotai, Maluku Utara ( Part-2)

Hari Kedua
Minggu, 18 September 2016 merupakan hari kedua di Pulau Ternate. Di hari kedua ini Tujuan Utama adalah ke Pulau Tidore. Pulau Tidore merupakan pulau disebelah selatan Pulau Ternate. Pulau Tidore memiliki luas yang sedikit lebih besar dari pada Pulau Ternate. Di Pulau Tidore ini pun terdapat sebuah Kesultanan Tidore. Menurut Sejarah, Pulau Tidore sebelumnya dikenal dengan nama Limau Duko atau Kie Duko yang berarti Pulau bergunung api. Hal ini dikarenakan di Pulau Tidore terdapat Gunung Api Kie Marijang dan Kie Maburu. Gunung Kie Marijang saat ini sudah tidak aktif sedangkan Gunung Kie Maburu masih aktif. 

Untuk menuju Pulau Tidore, pertama dari Pusat Kota  saya menuju Pelabuhan Bastiong dengan menggunakan Oto dengan tariff Rp5.000. Dari Pelabuhan Bastiong kemudian menuju Pelabuhan rum di Tidore menggunakan Speedboat dengan waktu tempuh 30 Menit. Tarif penyebrangan dari Pelabuhan Bastiong ke Pelabuhan Rum sebesar Rp10.000. untuk jadi perhatian, gunakanlah speedboat regular saja karena biayanya lebih murah dibandingkan dengan charter jika kita jalan hanya dengan sedikit orang :D. di Perjalanan menuju Pulau Tidore kita akan melihat Pulau Maitara (Pulau yang ada di pecahan uang Seribu) dan gagahnya Gunung di Pulau Tidore.

Sesampainya di Pulau Tidore, tujuan pertama saya adalah ke kedaton Tidore. Dari pelabuhan ke kedaton Tidore dapat menggunakan Oto dengan tariff Rp13.000. dari pelabuhan ke Kedaton waktu yang ditempuh kurang lebih 30 menit karena jaraknya yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan kita akan memandang pantai yang indah. Sesampainya di Kedaton Tidore, terjadilah hal yang cukup mengecewakan yaitu Kedaton Tidore sedang direnovasi sehingga tidak dapat menerima tamu kunjungan. Jadi saya hanya bisa mengintip-ngintip dari luar saja :(
Kedaton Tidore
Setelah dari Kedaton Tidore, saya pun menuju Benteng Tore. Lokasi benteng Tore tidak jauh dari Kedaton Tidore. Jaraknya kurang lebih 200 meter sehingga cukup berjalan kaki saja. Benteng Tore terletak di daerah yang cukup tinggi sehingga kita dapat memandang luasnya lautan di sekitar Pulau Tidore. Benteng Tore merupakan Benteng yang dibangun oleh bangsa Portugis pada tahun 1578. Nama Benteng Tore dikaitkan dengan nama Kapten Portugis pada kala itu yaitu Hernando De La Tore. Benteng ini dibangun untuk memantau kapal-kapal yang hendak menyerang portugis pada saat itu. 
Benteng Tore sisa-sisa Runtuhan
Tangga Menuju Benteng Tore
Check Poin sambil liat birunya lautan
Benteng Tore
dengan view Gunung Kie Maburu
Pemandangan dari atas benteng
Setelah dari Benteng tore, saya melanjutkan perjalanan ke Benteng Tahula. Lokasi Benteng Tahula tidak jauh juga dari Benteng Tore yaitu kurang lebih 500 meter. Untuk menuju Benteng Tahula diperlukan tenaga ekstra karena kita harus mendaki anak tangga yang cukup tinggi karenga benteng Tahula berada di lokasi yang tinggi. Menurut Assip, pada tahun 1607, satu tahun setelah spanyol menaklukan ternate, Juan de Esquel memerintahkan untuk membangun sebuah benteng di Tidore, namun pembangunan tersebut urung terlaksana karena kurangnya tenaga kerja. Pembangunan benteng tahula dimulai pada tahun 1610 oleh Cristobal de Azcqueta menchacha (1610-1612), akan tetapi pembanguna tersbeut juga tidak selesai. Barulah pembangunan benteng tersebut kembali dilanjutkan pada tahun 1613 dan selesai pada tahun 1615  pada masa Gubernur Spanyol Don Jeronimo De silva (1612-1617) dan memberi nama Sanctiago Caualleros de los de la de ysla Tidore. 
Sejarah Benteng Tahula
View Kota
 
Setelah dari Benteng Tahula, saya pun kembali ke Pelabuhan Rum untuk kembali ke Pulau Ternate dan bersiap untuk menuju Pelabuhan Ahmad Yani dan menaiki Kapal KM Ratu Maria untuk menuju Pulau Morotai…..
Kembali ke Ternate
Berlanjut………….