Rabu, 30 November 2016

Gili Labak, Sebuah Pulau Kecil di Kabupaten Sumenep, Madura

Ternyata bukan hanya Lombok saja yang memiliki Gili, akan tetapi di Sumenep sebuah Kabupaten di ujung Provinsi Jawa Timur ini juga memiliki beberapa Gili. Salah satunya adalah Gili Labak. Gili Labak merupakan pulau kecil dengan pasir putih dan pesona bawah lautnya yang sangat bagus. Di beberapa lokasi tertentu, Gili Labak memiliki karang laut yang luar biasa ditambah dengan ikan-ikan kecil berwarna-warni menghiasai diantara karang-karang tersebut.

Madura, bukan hanya terkenal akan karaban sapinya yang selalu diburu oleh para pejalan, tetapi juga kini keindahan Gili Labak menjadi incaran para pejalan. Gili Labak sendiri terletak di Desa Lombang, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep. Untuk menuju Gili Labak, kita harus menyebrangi lautan dengan berenang ehh enggak, kita dapat naik perahu dengan durasi waktu kurang lebih 2 jam. 

untuk menyebrang ke Gili Labak, kita dapat menyewa perahu dari pelabuhan Kali anget. Nah bagaimana menuju pelabuhan kali anget?

Untuk menuju pelabuhan kali anget, kita dapat menggunakan angkutan umum atau kendaraan pribadi. Jika menggunakan angkutan umum, kita dapat naik Bus dari Surabaya dengan tujuan Sumenep dengan harga kurang lebih Rp40.000 dan turun di terminal pelabuhan. Jika bus berhenti di Terminal kota, kita dapat menyewa angkot atau naik ojek dengan harga kurang lebih Rp20.000. jika menggunakan kendaraan  pribadi, kita tinggal menuju kota Sumenep melalui jembatan Suramadu kemudian Bangkalan, Pamekasan dan kemudian Sumenep. Setelah memasuki kota terus ketimur kurang lebih 10 KM hingga sampai ke Pelabuhan Kali anget. Di pelabuhan kali anget, kita dapat menyewa perahu dengan harga berkisar antara Rp400.000 hingga Rp500.000 dengan kapasitas 10-15 orang. 

Selain dari pelabuhan kali anget, untuk menyebrang ke Gili Labak, ada beberapa alternatif lain yaitu melalui Desa Lobuk, Tanjung Saronggi dan Desa Kombang. Desa Lobuk merupakan salah satu desa di Sumenep yang memiliki dermaga kecil. Untuk menuju Desa Bolu, dari luar sumenep, di pertigaan buto kita belok kanan dan mengikuti jalan hingga menemukan dermaga kecil. Tanjung Saronggi, dari luar kota sumenep, di pertigaan Saronggi kita berjalan lurus ketimur hingga menemukan pantai. Di pantai ini terdapat banyak perahu yang dapat mengantarkan kita ke Gili Labak. Desa Kombang merupakan Desa yang berada di Kecamatan Talango. Rute untuk menuju desa ini hampir sama dengan rute yang digunakan menuju Pelabuhan Kalianget.

Setelah menyewa perahu, kita akan menyebrangi lautan dengan waktu 2 hingga 3 jam tergantung cuaca dan ketinggian ombak. Setelah sampai di gili Labak, kita dapat bermain di pasir putih yang halus, air laut yang bening dan kita dapat snorkling. Selain itu juga kita dapat mengelilingi tiap sudut pulau karena Gili Labak merupakan pulau kecil sehingga untuk mengelilingi pulau ini hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 1 jam. 
sayangnya waktu saya kesana cuaca sedang tidak baik, mendung, gelap sehingga foto-fotonya pun banyak yang gelap :D, dan ketika perjalanan pulang kembali menuju Pelabuhan Kalianget terkena badai hujan ditengah lautan :(


Sabtu, 26 November 2016

Gunung Merapi Via Selo


Gunung Merapi merupakan Gunung yang sangat legendaris. Gunung yang “berpasangan” dengan Gunung Merbabu ini memiliki banyak cerita baik mitos, misteri maupun cerita keindahan gunung ini. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Gunung Merapi berada di antara 2 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Gunung Merapi memiliki ketinggian kurang lebih 2930 mdpl karena ketinggian ini sering berubah-ubah karena keaktifan Gunung Merapi. 

Gunung Merapi memiliki puncak yang paling terkenal yaitu Puncak Garuda akan tetapi sejak letusan Gunung Merapi, Puncak tersebut hilang. Puncak Garuda merupakan sebuah batu besar yang berbentuk Burung Garuda besar. Walaupun Gunung Merapi merupakan Gunung yang masih aktif, Gunung merapi ini tidak pernah sepi dari pendaki. 

Gunung Merapi pada mulanya memiliki 3 jalur pendakian yaitu Via Selo, Babadan dan Kineharjo. Namun kini yang tersisa hanya jalur via selo karena jalur yang lain sudah tidak digunakan sejak letusan Gunung Merapi. 

Start awal dari Surabaya, saya dan  rekan saya menuju Kota Solo menggunakan Bus dari Terminal Bungur Asih menuju Terminal Tirtonadi, Solo. Kami berangkat pukul 21.00 dan tiba di Solo pada pukul 04.30 pagi hari. Untuk menuju Solo ada beberapa pilihan bus seperti Bus Eka (Patas), Sugeng Rahayu, Sumber Selamat, dan mira untuk kelas Ekonomi. Setibanya di Terminal Tirtonadi, kami beristirahat sejenak sambil menunggu waktu solat subuh.

Setelah beristihat, kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan Bus Jurusan Solo-Semarang. Dan turun di lampu merah dekat RSUD Boyolali. Harga tiket Bus Rp15.000. dan kemudian melanjutkan dengan Bus kecil Jurusan Boyolali-Magelang. Biasanya nanti transit di Pasar Sapi untuk oper bus atau terkadang bisa langsung tergantung jumlah penumpang. kemudian kita turun di jalan setelah melewati polres Selo (jika ingin ke Gunung Merbabu turun disini). Setelah itu kita dapat berjalan menuju basecamp untuk registrasi. Biaya registrasi sebesar Rp15.000

Setelah registrasi, kami pun siapa mendaki, jalan pertama yang kami lalui merupakan jalur beraspal hingga joglo dan  kita akan  menemukan tulisan besar “New Selo”. Tulisan “New Selo” yang sekilas seperti tulisan “Hollywod” di Amerika Serikat. Dari basecamp hingga joglo jaraknya tidak terlalu jauh hanya berdurasi 15 menit saja. Di Joglo ini kita dapat memandang keindahan Gunung Merbabu yang terpampang sangat jelas di depan mata. Di Joglo ini juga terdapat kios-kios penjual makanan dan minuman.
New Selo
Pintu Gerbang Taman Nasional Gunung Merapi
Jalur Awal
Setelah melewati Joglo, jalan yang dilalui berupa jalan menanjak melewati perkebunan sayur warga. Jalur kecil dengan kerikil dan tanah yang ketika musim kemarau akan sangat berdebu. Di jalur ini banyak percabangan akan tetapi akan menuju atau bertemu dijalur yang sama. Setelah 1 jam berjalan, kami pun beristirahat di Shelter pos bayangan. Setelah berisitirahat sebentar, kami pun melanjutkan perjalanan dengan jalan yang semakin menanjak. Dari pos 1 bayangan hingga pos 1 membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Di Pos 1 ini terdapat shelter yang dapat digunakan para pendaki utnuk berisitirahat. Pos 1 ini sering disebut Selokopo Ngisor di ketinggian 2000 mdpl.
Menuju Pos 1
Dari pos 1 menuju pos 2, jalur semakin curam dengan bebatuan yang cukup besar. Waktu yang diperlukan dari pos 1 hingga pos 2 kurang lebih 1,5jam. Di Pos 2 ini terdapat tugu dan shelter seperti di Pos 1. Pos 2 ini sering disebut dengan Selokopo Nduwur dengan ketinggian 2400 mdpl.
Menjelang Pos 2
Setelah dari Pos 2, kami melankutkan menuju Pasar Bubrah. Jalur yang kami lewati masih sama dengan jalan menanjak curam dengan bebatuan besar. Jalur menuju pasar bubrah merupakan jalur terbuka sehingga jika berjalan siang hari cukuplah sangat menyengat. Sebelum pasar bubrah kita akan menemui watu gajah yaitu sebuah batu besar. Dari pos 2 menuju pasar bubrah kurang lebih membutuhkan waktu 1 jam. Pasar bubrah berada di ketinggian 2600 mdpl. Batas pendakian Gunung Merapi kini hanyalah sampai Pasar Bubrah. Saat ini sudah dipasang CCTV serta kabar adanya blacklist bagi pendaki yang nekat mendaki hingga puncak. Di Pasar Bubrah ini biasanya para pendaki mendiirikan tenda untuk bermalam.
Sebelum Pasar Bubrah, Puncak Merapi sudah terlihat
Senja di Pasar Bubrah
Tenda-Tenda para pendaki lain di Pasar Bubrah
Mendaki dari pasar Bubrah hingga puncak memerlukan waktu 1 jam. Jalan yang dilewati berupakan jalur kerikil dan batu-batu yang rawan longsor. Pendaki harus berhati-hati akan jatuhan batu yang menggelinding dari atas.
Menuju Puncak
Pemandangan Puncak
Jangan ditiru, sangat berbahaya, cuma foto aja ini :(
Puncak merapi dengan bibir kawah yang menganga lebar menyambut pendakian kami kala itu. Semburan asap belerang pekat keluar dari kawah tersebut. Puncak merbabu terlihat jelas pagi itu.  Puncak merapi berhasil kami capai. Terima kasih semesta.

Selasa, 22 November 2016

Danau Tanralili, Danau Cantik di Kaki Gunung Bawakareng


Gunung Bawakaraeng, siapa yang tak mengenal akan Gunung ini. Gunung yang terletak di Kabupaten Gowa ini mimiliki daya pikat tersendiri. Selain Keindahan pemandangan gunungnya,Bawakaraeng juga memiliki tempat lain yang tak kalah indahnya yaitu Danau Tanralili. Danau Tanralili ini terletak di Kaki gunung Bawakareng. Danau Tanralili ini sering disebut juga sebagai “Ranukumbolo” Gunung Bawakaraeng.

Danau Tanralili merupakan danau yang terbentuk akibat longsoran gunung Bawakareng yang membentuk cekungan yang dalam. Tanralili diambil dari kata nama salah satu kerajaan di Sulawesi Selatan yang terkenal keras dan pemberani. Untuk menuju Danau Tanralili, kita harus trekking selama 3 jam dari desa terakhir yaitu Desa Lengkese.

Untuk menuju Desa Lengkese, dari Makassar saya dan rekan sekantor saya, berangkat menggunakan sepeda motor menuju Malino melalui Jalan Hertasning. Setelah memasuki jalan poros Malino, terdapat 2 pilihan belokan yaitu belok kanan di depan pasar sebelum memasuki kawasan malino menuju kecamatan Parigi, ini merupakan jalur yang paling cepat. Akan tetapi pada waktu itu kami ingin membeli makan terlebih dahulu di Malino sehingga kami belok kanan melalui arah air terjun Takapala atau Air terjun ketemu jodoh. Setelah melewati pintu masuk air terjun tersebut, lurus terus mengikuti jalan yang pada akhirnya akan bertemu dengan jalur yang jika menggunakan jalur kecamatan parigi. Untuk menuju Desa Lengkese sudah banyak petunjuk jalan sehingga sangat memudahkan kita. 

Jembatan Merah Darah, Sebuah Jembatan menuju Desa Lengkese
dari Kantor Kepala Desa Manimbahoi kita belok kiri
Persawahan di Desa Lengkese
Sesampainya di Desa Lengkese, sama seperti di Desa Lembana, Desa terakhir  untuk menuju Puncak Bawakaraeng, di Desa Lengkese ini pun banyak terdapat tempat parkir motor dengan tarif parkir motor Ro5.000. di Desa Lengkese ini, kami pun registrasi dengan biaya Registrasi sebesar Rp5.000
Peta Danau Tanralili
Pintu Gerbang pendakian menuju Danau Tanralili
Untuk menuju Danau Tanralili, kami harus trekking selama 3 jam perjalanan. Dari Basecamp, perjalanan di mulai dengan melintasi jalan tanah dan akan melewati Danau kecil dan setelah itu akan melewati jalur berbatu dengan kondisi terbuka sehingga jika jalan ketika siang hari sangatlah panas menyengat. Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, kami bertemu dengan jalan persimpangan yaitu jalan menuju Danau Tanralili dan untuk menuju Lembah Ramma akan tetapi jangan khawatir tersesat karena sudah ada petunjuk arahnya. 
Trek Awal Menuju Danau Tanralili
Persimpangan Jalan antara Danau Tanralili dan Lembah Ramma
Setelah melewati persimpangan tersebut, kami harus menghadapi tanjakan pertama yang cukup terjalan dengan kondisi jalan berbatu dan basah akibat hujan turun. Setelah melewati tanjakan tajam tersebut, kami  disuguhkan oleh pemandangan yang sangat luar biasa. Bukit dan lembah yang hijau dengan aliran sungai dibawah yang terlihat jelas ditambah dengan kabut yang cukup menambah eksotisme tempat ini. 
Pemandangan setelah Tanjakan Pertama
Setelah melewati tanjakan tajam, kami harus melewati turunan yang tak kalah terjalnya. Turunan yang akan menjadi tanjakan terberat selama perjalanan ketika pulang nanti. Di sisi kanan jalan terdapat tebing yang terlihat beberapa air terjun mini yang dapat digunakan sebagai sumber air untuk mengisi perbekalan air kita. Memang sepanjang jalur menuju Danau Tanralili terdapat banyak sumber air. Setelah melewati turunan tajam, jalan yang dilalui merupakan jalur landai dan sesekali turun kemudian menanjak kecil untuk melintasi sungai kecil. Setelah melewati 2 sungai, kami pun harus menghadapi kembali tanjakan tajam yang merupakan tanjakan tajam terakhir sebelum mencapai danau Tanralili. Di tanjakan ini kita harus berhati-hati karena pembatas jalan dengan jurang tersebut menggunakan kawat berduri yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi pendaki.
trek "bonus"

Pemandangan dari atas bukit
kawat berduri yang cukup berbahaya
Setelah melewati tanjakan tersebut, kami berada di atas yang dari kejauhan sudah terlihat tenda-tenda para pengunjung lain yang sudah terlebih dahulu tiba yang membuat kami tambah bersemangat untuk segera menuju kesana. Jalan turun dan menanjak yang tidak terlalu tajam mengakhiri jalan kami hingga tiba di Danau Tanralili.
Danau Tanralili,  udara sejuk dan suara gemericik air dari aliran sungai kecil dan air terjun kecil dan nyanyian pengunjung lain yang sesekali terdengar. Danau Tanralili di lembah dari 2 tebing tinggi yang hijau. Ketika malam, bintang-bintang pun terlihat dengan sangat jelas, jauh berbeda jika di perkotaan. Semilir angin menemani malam kami kala itu. 
Danau Tanralili


sisi lain Danau Tanralili
Catatan: dilarang berenang di Danau ini, jangan meninggalkan sampah, dan jaga kebersihan